Sabtu, 07 April 2012

Film 127 Hours


Aron Ralston: " Hey there, Aron! Is it true that you didn't tell anyone where you were going? "

Kisah 127 Hours mungkin sudah jauh-jauh hari terdengar dan cukup akrab di telinga kita, bahkan sebelum filmnya sendiri ditanyangkan di ajang Toronto International Film Festival 12 September 2010 lalu. Ya, kisah yang diangkat dari autobiografi seorang pendaki gunung bernama Aron Ralston ini memang adalah sebuah kisah nyata yang mencengangkan dan juga inspiratif. Bagaimana tidak? Di saat melakukan pemajatan di patahan Robbers Roost Canyon, Utah 2003, Aron Ralston harus menghadapi mimpi terburuknya. Sebuah kecelakaan membuat tangan kanannya terjepit sebuah batu besar yang terjatuh dan mengakibatkan dirinya harus terjebak dalam celah sempit di pegunungan yang terisolasi itu. Tidak ada telpon selular, tidak ada seorang pun yang mampu mendengar teriakan minta tolongnya membuat Aron berjuang seorang diri untuk terus bertahan hidup dengan segala keterbatasan yang dimilikinya. Aron tahu harapannya tidak banyak, apalagi sebelumnya Ia tidak pernah meninggalkan pesan ke mana Ia pergi kepada siapapun.
So, bagaimana membuat sebuah film yang kisahnya sendiri sudah terbilang 'basi' dan banyak di ketahui orang sejak 7 tahun lalu? hmm....pertanyaan menantang ini rupanya berhasil di jawab tuntas oleh sang empunya film, Danny Boyle. Ya, bersama penulis naskah peraih Oscar, Simon Beaufoy yang sebelumnya pernah bekerja sama dengannya dalam Slumdog Millionaire 2 tahun lalu, Boyle sukses mengadaptasi pengalaman Aron Ralston dari tiap lembar halaman buku Between a Rock and a Hard Place dengan luar biasa.
Cerita perjuangan hidup Aron Ralston mungkin sudah terlanjur ter-spoiler kemana-mana dan mungkin saja membuat kita tidak merasakan kejutan lagi diakhir kisahnya, tapi bukan Danny Boyle namanya jika tidak mampu mempersembahkan sebuah sajian yang spesial selama 94 menit. Dengan premis yang terbilang sempit ini, Boyle ternyata mampu begitu kreatif. Bersama sinematografer, Anthony Dod Mantle dan Enrique Chediak, Ia sangat menikmati benar 'bermain-main' dengan kameranya. Ya, dengan pengunaan banyak kamera, split screen, pace cepat, dan editing yang menarik membuat setiap menit 127 Hours terasa berharga untuk dilewatkan begitu saja. Belum lagi iringan scoring dinamis dan emosional dari A. R. Rahman, komposer yang lagi-lagi dibawa Boyle dari Slumdong Millonaire ini kembali menghadirkan rangakaian nada yang sukses membaur dengan setiap momen didalamnya.
Boyle tidak melulu menghadirkan sebuah teror claustrophobict dalam satu tempat sepanjang film, karena kita juga akan dibawanya 'terbang' melenyapkan segala kemungkinan akan kebosanan sembari menyaksikan memori masa lalu dan rangkaian adegan surealis yang terekam dalam pikiran Aron melalui momen-momen flashback dan halusinasi. Keindahan dan kerasnya alam liar Robbers Roost Canyon pun tidak ketinggalan di ekspose habis-habisan oleh Boyle untuk memanjakan mata penontonnya. Tidak usah jauh-jauh, dari opening scene saja kita sudah tahu bahwa sentuhan 'kreatif' Boyle memberi jaminan akan sebuah tontonan yang istimewa kedepannya.
Berbicara 127 Hours jelas kita juga tidak akan melupakan jasa besar seorang James Franco. Aktor yang namanya mencuat sejak berperan sebagai Harry Osborn dalam trilogi Spiderman ini memang bukan pilihan utama Boyle untuk memerankan Aron Ralston, ada nama Cillian Murphy dan Ryan Gosling sebelumnya, namun entah kenapa Franco yang terpilih. Namun bagi saya Franco jelas adalah pilihan tepat. Aktor 32 tahun ini rupanya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan kepadanya. Dengan gemilang Ia membawakan peran 'single fighter' yang notabene cukup sulit dilakukan. layakanya Tom Hanks dalam Cast Away atau Ryan Renolds dalam Buried, Franco pun didapuk sebagai satu-satunya peran utama yang mendominasi nyaris keseluruhan film, jelas sebuah peran uang menuntut performa akting mumpuni, dan itu berhasil di lakukannya. Ya, Franco adalah jiwa 127 Hours, Ia berhasil menunjukan kepada penontonnya bagaimana rasa takut, putus asa, penyesalan dan kesakitan yang teramat sangat itu. Semuanya tergambar jelas lewat mimik wajah, bahasa tubuh hingga pandangan mata aktor bernama lengkap James Edward Franco ini. Oscar? hmm...mengapa tidak, tahun ini kesempatannya untuk membawa pulang piala emas itu sangat terbuka.
Tidak perlu waktu lama bagi seorang Danny Boyle untuk kembali menghadirkan sebuah karya fantastis setelah Slumdog Millonaire 2 tahun lalu. 127 Hours Boyle kembali membuktikan bahwa Ia memamng adalah seorang sutradara hebat yang tidak pernah berhenti menghadirkan sajian istimewa berkualitas tinggi. Ya, 127 Hours bisa dibilang salah satu yang terbaik tahun ini, sebuah film emosional-inspirasional yang mengajarkan kita untuk menghargai hidup dan tidak pernah menyerah, sesulit apapun itu. Superb!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar